Lensaberita.online – Para Imam, Biarawan/ti, dan umat beriman terkasih,
Sukacita dan pengharapan baru menyertai kita sebagai umat Allah dan warga bumi (Bdk. Lukas 2:14). Dalam terang kelahiran Yesus, Sang Juru Selamat, kita merayakan cinta Allah yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Bdk. Yohanes 1:14). Kedatangan-Nya mengingatkan kita pada panggilan sebagai pelayan ciptaan. Kita diajak memperjuangkan dunia yang lebih adil di tengah krisis ekologis, ketidakadilan sosial, dan eksploitasi alam serta sesama. Pada kesempatan ini, saya mengajak kita mendalami beberapa pokok pikiran berikut ini.
Pertama, Natal adalah Perayaan Cinta Allah yang Menyelamatkan Dunia
Kelahiran Yesus di palungan (Bdk. Luk 2:7) menunjukkan solidaritas Allah dengan yang miskin dan tersisih. Dalam Misteri Inkarnasi, kita dipanggil hidup selaras dengan kehendak Allah, termasuk dalam memperlakukan ciptaan-Nya. Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ mengingatkan bahwa bumi, rumah kita bersama, sedang menderita akibat gaya hidup yang egoistis-destruktif (LS 1). Natal adalah momen bertanya: Apakah kita sudah bertanggung jawab sebagai penjaga bumi dan saksi cinta Allah bagi sesama?
Kedua, Inspirasi Sinode Universal 2024 dan Tahun Yubileum 2025
Tahun 2024 hadir dengan istimewah melalui kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia dan puncak Sinode Universal dalam semangat komuni, partisipasi, dan misi. Kemudian, menjelang Tahun Yubileum 2025 yang bertema “Peziarah Pengharapan”, Gereja memanggil kita memupuk sinodalitas: berjalan bersama dalam dialog, mendengarkan, dan bekerja sama demi masa depan yang penuh harapan.
Dalam konteks Keuskupan Labuan Bajo, semangat ini bermakna membangun pola hidup berkeadilan dan berkelanjutan. Prinsip sinodalitas menegaskan bahwa semua umat dan setiap bagian dalam keuskupan ini memiliki peran penting dalam menciptakan komunitas yang berpusat pada Kristus dan menghormati kehidupan sebagai rumah bersama.
Ketiga, Hidup Berkelanjutan sebagai Panggilan Injili dan Budaya Baru
Kitab Kejadian menegaskan tugas manusia untuk “mengusahakan dan memelihara taman Eden” (Kej 2:15). Hidup berkelanjutan adalah perintah moral bagi kita sebagai citra Allah. Namun, gaya hidup eksploitatif menciptakan penindasan ekonomis, ketidakadilan sosial, dan kerusakan ekologis.
St. Basilius Agung mengingatkan kita, “Kerakusan akan menciptakan kekurangan bagi banyak orang.” Kita, umat Keuskupan Labuan Bajo, yang hidup di tengah keindahan alam Flores, bertanggung jawab melindungi warisan ini untuk generasi mendatang. Kita harus berani mengadopsi gaya hidup sederhana, berbagi, dan ramah lingkungan. Pola-pola pembangunan yang bercorak ‘menghisap’ tanpa batas harus bergeser menuju pendekatan berkelanjutan.
Keempat, Awal Perjalanan Keuskupan Baru
Kelahiran Yesus juga menjadi simbol kelahiran Keuskupan Labuan Bajo. Perjalanan keuskupan ini harus dimulai dengan kesederhanaan, tetapi penuh harapan. Kita dipanggil membangun Gereja lokal yang inklusif, sinodal, dan berpusat pada pelayanan kasih.
Dukungan dan kolaborasi dari semua pihak yang berkemauan baik sangat diperlukan. Dengan semangat persaudaraan, kita dapat mewujudkan komunitas iman yang hidup, dinamis, dan peduli di keuskupan ini. Semangat sinodal ini menjadi dasar untuk menghadapi tantangan, membawa harapan, dan menyebarkan damai Kristus.
Kelima, Damai Natal dan Harapan untuk Masa Depan
Para Imam, Biarawan/ti, dan umat beriman terkasih,
Natal mengundang kita menghidupi Injil secara nyata. Iman diwujudkan dalam tindakan yang memulihkan hubungan dengan Allah, sesama, dan ciptaan. Natal mengajarkan bahwa damai lahir dari kasih, keadilan, dan penghormatan terhadap ciptaan. Damai adalah tindakan nyata yang memulihkan hubungan kita dengan Allah, sesama, dan dunia.
Semangat sinodalitas mempersatukan kita sebagai umat Allah di Keuskupan Labuan Bajo. Kerja sama kita semua telah menyukseskan peresmian dan tahbisan Uskup Keuskupan Labuan Bajo, bukti nyata perjalanan sinodal Gereja Lokal kita. Terima kasih atas partisipasi dan dukungan semua pihak.
Mari kita menyambut tahun 2025 sebagai momentum tata kelola Keuskupan baru ini. Ikhtiar berjalan bersama untuk menampakkan wajah Tuhan yang menyelamatkan dunia (Ut Mundus Salvetur Per Ipsum, Supaya Dunia Diselamatkan Oleh-Nya, Yoh, 3:17). Mari hidup sebagai pembawa harapan, mewujudkan kasih Allah dalam tindakan nyata. Jadikan Natal ini momentum pembaruan hati dan dunia.
Damai Kristus memenuhi hati, keluarga, komunitas, paroki, dan keuskupan kita.
(Vinsensius Patno)