Lensaberita.online |Palembang – Syeh Erzaman sebagai ahli waris dari Nangsip Bin Bagong di Kampung 20 Ilir Palembang atau di kenal dengan simpang Polda Sumatera Selatan KM 4,5 Kota Palembang luas kira-kira 4664 m² (empat ribu enam ratus enam puluh empat persegi) akan melaporkan pihak Thamrin yang diduga telah menggelapkan tanah milik orang tuanya dan membisniskan lahan tersebut untuk lahan parkir kepada pihak RS Bhayangkara Palembang.
Syeh Erzaman mengatakan, dia bertindak untuk diri sendiri selaku Ahli Waris dari tuan Nangasip bin Bagong (Veteran Ri Almarhum).
Awalnya tanah itu asalnya dari EIGENDOM VERBONDINGS Dari Tuan OVER DRACHT Berdasarkan Notaris A RIDDER (Belanda) di Palembang. Diwariskan Kepada Tuan HD DIAMALUDIN BIN ABDUL HAMID No. 27 Tanggal 16 Mes 1928 Pada Zaman Pemerintahan Hindia Belanda.
Bahwa Pada Tanggal 16 Mei 1928 Notaris A.RIDDER Menerbitkan kuasa jual dari HD. DJAMALUDIN BIN ABDUL HAMID Kepada Atas Nama:
-TUAN SAID HASAN BIN ALUI ALHABSY
-TUAN SAID HASAN BIN ABDUL RAHMAN
Para oihak menghadap notaris A RIDDER di Palembang dengan pihak pembeli oleh tuan MARAH USMAN melakukan Jual Beli Tanah Yang Beralamat Di Kampung 20 Ilir Palembang atau di kenal dengan simpang Polda Sumatera Selatan KM 4, 5 Kota luas kira-kira 4664 m² (empat ribu enam ratus enam puluh empat persegi) dengan luas Batas sebagai berikut:
Sebelah Ilir: Tanah Pemerintah
-Sebelah Ulu :jalan Besar
-Sebelah Darat: Kebun Dari Rifin
-Sebelah Sungai: Kebun Dari TIN TIK SING. Ditetapkan Dalam Jual Beli Nomor: 106 Tanggal 26 Juni 1930 Dan Nomor 57 Notaris A RIDDER.
Kemudian, Bahwa Pada Tanggal 7 Februari 1940 MARAH USMAN Melakukan Jual Beli Kepada NY SITI MOMBOK ZAIRAT Lewat Notaris C.MAATHUIS Dengan Nomor 15166.
Kemudian Pada Tanggal 7 September 1979 NY SITI MOMBOK BIN MARAH ABDUL RAHMAN, kemudian menjual Lagi Kepada Bapak NANGASIP BIN BAGONG (Almarhum Veteran RI) yang sekarang Di Usahakan Oleh Anak Kandungnya Sendiri Yang Bertindak Sebagai Pemohon Dalam Surat Ini. Jual Beli Antara NY SITI LAMBOK Dengan TUAN NANGASIP BIN BAGONG Melalui Notaris AMINUS DI Palembang Pada tanggal 7 september 1979.
“Saya ahli waris untuk menguruskan ahli waris hak orang tua saya,” ujarnya saat diwawancarai, Sabtu (25/1/2025).
Kemudian sambung SYEH ERZAMAN, persoalan yang terjadi dari tahun 1990 dan kertas tanah untuk dikuasai LSM dan ada pengakuan mafia tanah Thamrin dilahan orang tua kami. Pihak Thamrin menyatakan tanahnya berada ditengah gardu PLN. Padahal gardu PLN didekat RS Bhayangkara itu tidak ada ditengah, tapi ada dibelakang sesuai surat tanah yang kami miliki.
“Sepengingat kami gardu induk tetap disana ada dibelakang. Cuman travo depan yang diganti saat pembangunan fly over. Itu dipagar, saya sudah beberapa kali menemui pihak Bhayangkara dengan PT.DOS. tapi tidak ada surat perjanjian,” katanya.
“Kita minta dibebaskan parkir sementara, selagi tanah ini masih bersengketa. Langkah selanjutnya kita tempuh jalur hukum, untuk mengklaim tanah itu sesuai surat tanah yang kita miliki. Lahan parkir RS Bhayangkara itu yang dikelolah PT.DOS itu adalah lahan milik orang tua saya,” tegasnya.
Sementara itu, Pengacara dari SYEH ERZAMAN yakni dari Kantor Hukum Kodroten Kaderisman SH dan Rekan, yakni Kodroten Kaderisman SH mengatakan, pihaknya mendapat kuasa khusus dari SYEH ERZAMAN yang merupakan ahli waris yang memiliki tanah di Kampung 20 Ilir Palembang atau di kenal dengan simpang Polda Sumatera Selatan KM 4, 5 Kota luas kira-kira 4664 m² (empat ribu enam ratus enam puluh empat persegi), sekarang Kelurahan Ario Kemuning Kecamatan Kensuning Kota Palembang atau lebih tepatnya halaman parkir RS.Bhayangkara KM.4 Palembang).
“Kami akan mengambil tindakan hukum, kami sudah memberikan somasi kepada pihak Thamrin, dan akan membuat laporan ke Polda Sumsel rencananya Selasa atau Kamis depan. Secepatnya kita akan laporkan pihak Thamrin,” katanya.
Sementara itu, Andi Wijaya SH menambahkan, pihaknya meminta untuk sementara waktu dihentikan dulu biaya parkiran oleh manejemen PT DOS.
“Kami membolehkan RS Bayangkara menggunakan lahan itu itu, kota tidak jadi masalah selagi persoalan ini belum selesai. Tapi dari pihak manajemen dari mengambil uang retribusi. Karena Klien kami merasa dirugikan. Pihak manejemn mengelolah uangnya kemana. Lebih baik tidak ada pungutan biaya. Selagi persoalan ini belum selesai, boleh menggunakan lahan itu untuk parkir. Nanti dari pihak ahli waris mungkin bisa mengatur disitu agar tidak ada kehilangan motor, tapi tidak ada biaya. Sembari menunggu kasus ini selesai,” tuturnya.
“Pihak Thamrin menyatakan tanah milik mereka berada ditengah gardu PLN. Sedangkan gardu PLN itu berada di belakang dan tidak pernah berpindah. Posisi gardu PLN ini ada di lahan klien kami dibalakang tanah klien kami. Artinya surat yang dimiliki pihak Thamrin itu bukan disini, mereka hanya merekayasa,” tandasnya.
Ditempat yang sama, salah satu warga Sahlan mengatakan, sekitar gardu ini ada disini tidak pernah pindah. Saya tinggal disini dari tahun 1970 an.” Letak gardu PLN ini ada disini. Cuman ada pemindahan travo. Untuk posisi travo PLN tidak pernah ada ditengah, dari dulu travo PLN ini ada dibelakang,” tukasnya.
Saat awak media melakukan konfirmasi ke Humas RS Bhayangkara, pihak Humas RS Bhayangkara Palembang tidak berada ditempat.
Salah seorang staf RS Bhayangkara menyatakan, humas ada dikantor ketika hari kerja Senin sampai Jumat.
(Yuli)