DPRD Kabupaten Belu Meminta Pemda Jangan Melarikan Diri Dari Masa Aksi

  • Bagikan

BELU. Lensaberita.online Salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Belu yang berasal dari Fraksi Demokrat meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Belu tidak boleh melarikan diri dari masa aksi yang sedang berunjuk rasa didepan kantor DPRD. Kamis (9/06/2022).

Setelah selesai sidang seharusnya sebagai Pemimpin yang hadir ditengah-tengah masyarakat itu sudah tahu bahwa hari ini ada aksi unjuk rasa didepan kantor DPRD guna mempertanyakan kepada Pemerintah terkait Tenaga Kontrak Daerah (Tekoda-red) 2022 dalam hal ini lewat DPRD.

Menurut Kristoforus, Pemda sudah tahu sebelumnya, karena aksi unjuk rasa yang dilakukan ini sebelumnya sudah ada aksi damai. Seharusnya tidak boleh berbelit-belit, pemerintah harus hadir.

“Artinya begini, kebijakan ini kan dibuat oleh pemerintah dan berdampak pada masyarakat, ada yang merasa dirugikan. Jangan menjadikan DPRD yang jadi sasaran dari aksi unjuk rasa hari ini. Seharusnya pemerintah datang, tidak boleh melarikan diri seperti itu. Kita menganggap pemerintah lari dari tanggung jawabnya,” tandasnya.

Sambungnya, ada keresahan dan kerugian yang dialami oleh sekelompok masyarakat, sehingga mereka datang untuk mempertanyakan hal itu, dan Pemda Belu harus wajib memberikan klarifikasi.

Masa aksi melihat bahwa Tenaga Kontrak Daerah yang dikeluarkan oleh Agus Taolin dan Alo Haleserens serta Sekretaris Yap Prihatin itu ada kerugian. “Karena kebijakan pemberhentian Tekoda itu dibuat oleh pemerintah, kali ini yang dipimpin oleh mereka bertiga, sehingga mereka jangan kabur. Kalau kabur seperti ini, nanti DPRD yang jadi sasaran,” pungkas anggota DPR Fraksi Demokrat itu.

Dirinya menuturkan bahwa, ketua DPRD sudah menyampaikan kepada Pemda Belu (Wabup dan Sekda-red) lewat forum saat berlangsungnya sidang tersebut terkait aksi unjuk rasa didepan Gedung DPRD, sehingga bisa mendiskusikan polemik Tekoda yang ada. Tetapi sepertinya tidak diindahkan oleh Wabup dan Sekda Belu.

“Kami DPRD saja meminta berdiskusi secara ruangan tertutup wakil bupati dan sekda saja tidak mau, apalagi teman-teman yang lain? Yang menjadi perhatian pemerintah itu adalah pengumuman hasil perekrutan Tekoda yang tidak transparansi,” imbuhnya.

Menurut Kristoforus, kalau memang perekrutan itu Tekoda ini bisa mendatangkan ahli hukum untuk pecahkan regulasi ini, dan kalau ada penyimpangan atau pelanggaran-pelanggaran regulasi dari pusat maka ada kerugian negara. Sehingga kalau memang ada kerugian negara, kita membutuhkan pembuktian hukum. Penegasan dari Kemenpan-RB tentang status Tekoda semakin memperjelas bahwa Bupati dan Wakil Bupati Belu melanggar undang-undang. Karena surat dari MENPAN-RB itu baru dikeluarkan pada tanggal 31 Mei 2022, dan acuan surat tersebut sudah merupakan jawaban pasti terhadap kericuhan dan kekeliruan ini. Sehingga bisa dikatakan bupati dan wakil bupati Belu sudah salah menafsir aturan itu.

“Surat Menpan-RB 31 Mei 2022 itu dikeluarkan untuk mempertegas PP nomor 49 tahun 2018, pasal 96 ayat 1 yang melarang Bupati atau pejabat lain mengangkat tenaga honorer sejak diberlakukan PP nomor 49. Itu sesuai pasal 99 ayat 1 tentang tenaga honorer yang diangkat sebelum tahun 2018 berlalu. Seharusnya Teko lama yang diangkat tahun 2018 harus melaksanakan tugas hingga 2023. Hal itu merujuk pada Menpan-RB tentang status teko. Dengan artian sejak tahun 2018, pemerintah tidak boleh memperkerjakan lagi tenaga honorer yang baru,” tegas Kristoforus kepada Media. Reporter : Akitu paiceco/Editor : Zulkifli

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *