Langkat, Lensaberita.online – Persidangan kasus kerangkeng Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin digelar kembali di Pengadilan Negeri Stabat dengan agenda mendengarkan keterangan saksi korban.
Sidang ke-3 kasus kerangkeng ini melibatkan 8 terdakwa Dewa Peranginangin (DP), HS, SP, JS, RG, TS, HG, IS terlebih dahulu karena berkas Bupati Langkat nonaktif TRP dalam kasus ‘kerangkeng maut’ tersebut dibuat secara terpisah, Kamis (04/08/2022).
Delapan orang terdakwa tersebut disidangkan dalam 3 perkara, yakni perkara dengan Nomor 467/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa DP dan HS. Kemudian Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) perkara Nomor 468/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa HS dan kawan-kawan, serta perkara Nomor 469/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa TS, dkk.
Seperti persidangan sebelumnya, persidangan perkara ini juga dilangsungkan di Ruang Prof. Kesuma Atmaja dipimpin Ketua Majelis Hakim Halida Rahardini dengan Hakim Anggota masing-masing Andriansyah dan Diki Irfandi.
Sementara dalam persidangan Perkara No: 467/Pid.B/2022/PN Stb Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebanyak 5 orang terdiri dari JPU dari Kejari Langkat 2 orang dan JPU dari Kejati Sumut 3 orang.
Dalam persidangan tersebut JPU menghadirkan 2 orang saksi yakni adik dari korban almarhum Sarianto Ginting, yakni Sariandi Ginting dan istrinya Tria Sundari.
Sebagaimana diketahui, korban almarhum Sarianto Ginting diduga meninggal di kerangkeng rehabilitasi milik Bupati Langkat nonaktif TRP hanya 3 hari pasca diantar keluarga ke kerangkeng rehabilitasi maut tersebut, yakni 12 Juli 2021 dan meninggal 15 Juli 2021.
Dalam persidangan tersebut saksi menjelaskan jika almarhum Abang mereka itu memang sudah kecanduan narkoba dan telah keluar masuk panti rehabelitas
“Namun, sembuh hanya sebentar, tapi terus kumat lagi. Memang kami sudah bingung bagaimana caranya agar abang saya itu biar bisa sembuh,” ujar saksi Sariandi Ginting dan istrinya secara bergantian.
Di saat itulah ada yang menyarankan agar korban dibawa ke Rehab milik TRP.
“Ya, katanya di tempat TRP gratis dan bagus. Ada dokternya dan kalau sakit diobati ke rumah sakit. Makanya kami langsung survey ke lokasi,” ujar Sariandi dan istrinya secara bergantian.
Saat di lokasi di dekat kediaman TRP, saksi singgah di warung yang posisinya persis di depan gerbang rumah TRP.
Di warung tersebut saksi bertemu dengan seseorang yang dipanggil dengan Bolang.
“Nah, Bolang itulah yang bercerita jika abang kami akan dirawat sampai sembuh. Terus kami dibawa ke pabrik kelapa sawit milik TRP untuk melihat-lihat para pekerja yang katanya semua orang yang direhab,” ujar saksi.
Meski harus menunggu lama, akhirnya saksi balik dan terlihat para pekerja pabrik itu sehat-sehat dan gemuk. Semua berambut botak cepak.
“Kata Bolang itu mereka pasien rehab. Itu kata Bolang, entah benar mereka pasien rehab atau gak, kami gak tau Buka Hakim. Nanti abang kalian juga diajari kerja di pabrik atau di lapangan (perkebunan) biar bisa melupakan narkoba,” jelas saksi.
Kemudian, Abang saksi dijemput menggunakan mobil oleh pihak kerangkeng pada saat duduk di bengkel.
“Memang saat mau dibawa ke rehab, abang kami itu berontak dan teriak. Lalu orang kerangkeng itu menangkap dan langsung mendorong untuk masuk ke dalam mobil,” beber saksi.
Dalam persidangan, saksi menjelaskan bahwa tidak menyangka jika abangnya meninggal dengan alasan sakit asam lambung.
“Hari ke-3, pihak kerangkeng menghubungi keluarga jika abang kami sakit. Asam lambungnya kumat dan sedang dibawa berobat. Kalau Rumah Sakit di Kuala gak mampu, katanya akan dibawa ke Medan,” ujar saksi menirukan pihak kerangkeng.
Rujukan 3 Penyakit, namun tidak lama kemudian saksi dihubungi lagi oleh pihak kerangkeng dan memberitahukan kalau abangnya itu sudah meninggal karena sakit.
“Kami seperti gak percaya. Karena waktu dijemput abang kami itu sehat. Tapi kok dikabari meninggal karena alasan sakit,” ujar saksi.
Singkatnya, jenazah diantarkan ke rumah duka dengan menggunakan mobil ambulan milik Puskesmas Namu Ukur sudah dalam peti dan keadaan sudah dikafani.
Tanpa ada pembicaraan apa pun, setelah peti jenazah diangkat, para pengantar tersebut pergi begitu saja.
Waktu kain kafan bagian wajah dibuka, saksi menjelaskan jika wajah almarhum terlihat gemuk dan bersih.
“Nggak ada luka apa-apa terlihat Bu Hakim. Wajahnya terlihat gemuk dan bersih. Gak ada tanda-tanda penyiksaan Bu Hakim,” jelasnya.
Namun, tidak berselang lama kemudian saat saksi membuka kapas pada bagian mulut ada terlihat darah.
“Saya sempat berpikir, apa Abang saya ada berkelahi, kok ada darah di bagian bibir. Tapi kami tidak ada prasangka adanya penganiayaan Bu Hakim,” ujar saksi Tri Sundari.
Setelah ditanya Ketua Majelis Hakim, dari mana para saksi tau jika korban dianiaya, saksi mengatakan mereka tahu setelah ada berita dan dari keterangan saksi-saksi lainnya yang melihat langsung kejadian di kerangkeng.
“Dari saksi-saksi itu kami mendengar kalau Abang kami dianiaya, dipukuli, ditetesi plastik bakar. Begitu mendengar dari saksi lain kalau Abang kami disiksa, rasanya menyesal kami tidak membuka kain kafannya semua,” ujar saksi yang merasa tidak terima jika benar Abangnya meninggal karena mendapat siksaan.
Kedua saksi yang merupakan adik kandung dan adik ipar dari almarhum Sarianto Ginting meminta kepada Majelis Hakim agar menghukum para pelaku seberat beratnya dengan perbuatannya. Reporter : Eka Saputra/Editor : Zulkifli.